Rabu, 16 Mei 2018

Daripada Melamun, Yuk Bantu Konservasi Duyung dan Lamun!


Sumber: www.wwf.org.au

Apa yang terlintas dalam benak saat Anda mendengar kata "duyung"? Mungkinkah Anda membayangkan sosok cantik "puteri duyung" berwujud separuh manusia separuh ikan? Bagaimanapun, mitos "mermaid" yang melegenda dan sudah ditulis serta difilmkan dalam berbagai versi dan bahasa cukup familier bagi anak-anak maupun orang dewasa. Tak heran banyak orang tahu dongeng "Puteri Duyung", tetapi tidak mengenal "duyung".

Selidik punya selidik, ternyata "duyung" adalah nama populer untuk satwa laut "dugong". Alih-alih mendengar mitos puteri duyung, baiklah kita akrabi "duyung" yang memang benar-benar ada. Yuk, simak penelusuran saya berikut!

Sosok Pemalu dari Perairan Hangat 
Kebanyakan orang menyebut duyung sebagai "ikan duyung", padahal satwa bernama ilmiah Dugong dugon ini bukan jenis ikan, lho! Duyung atau dugong termasuk mamalia (hewan menyusui) seperti paus, lumba-lumba, dan anjing laut. Namun, berbeda dengan mamalia laut lain, duyung tidak memangsa ikan atau satwa laut lain. Duyung termasuk ordo Sirenia, yaitu kelompok mamalia pemakan tumbuhan (herbivora) yang hidup di perairan.

Duyung diyakini berevolusi dari mamalia darat (lebih dari 60 juta tahun y.l.) dan berkerabat dekat dengan gajah. Seperti gajah, tubuhnya besar dan gempal. Panjangnya mencapai 3 meter dengan berat hingga 450 kilogram. Wow! Bentuk moncongnya mirip belalai gajah tetapi pendek dan mengarah ke bawah. Meskipun berekor seperti ikan, tubuh duyung tidak bersisik. Kecepatan berenangnya relatif lamban (10-22 km/jam), tetapi mampu bertahan dalam air hingga 12 menit terutama saat mencari makan di dasar laut.

Duyung (dugong) hidup di perairan hangat dengan area jelajah cukup luas. Petualang laut ini tidak hanya hidup di perairan dangkal yang tenang, tetapi konon juga ditemukan di sepanjang cekungan samudera (ocean basin), misalnya di Samudera Hindia dan Pasifik. Populasi duyung terutama tersebar di perairan Indo-Pasifik, mencakup sekitar 37 negara. Di Indonesia, duyung dapat dijumpai di kawasan timur seperti perairan Maluku dan Papua atau perairan sebelah utara Australia. Populasi terbanyak diketahui ada di perairan Pulau Bintan (Kepulauan Riau).

Sosok duyung yang lucu dan imut (Sumber:Jin Kemoole Flickr - theconversation.com)

Mamalia berwajah lucu dan imut yang juga dikenal sebagai sapi laut (sea cow) ini, ternyata "pemalu" alias sulit didekati. Namun, satwa yang mampu hidup hingga 70 tahun ini, sebenarnya tergolong jinak dan tidak berbahaya. Konon, bila sudah "kenal" manusia, seekor duyung mau mendekat bahkan diajak "bermain". Simak pertemuan para penyelam dengan seekor duyung di perairan Pulau Bangka lewat rekaman ini atau yang ini.

Penduduk Pulau Alor, NTT, bahkan menamai beberapa duyung yang tinggal di perairan mereka. Dengan izin khusus serta di bawah pengawasan, wisatawan dapat bertemu duyung secara langsung. Berikut video aksi lucu salah satu duyung bernama Mawar.


Simbiosis Mutualisme Duyung dan Padang Lamun
Tumbuhan apa yang jadi makanan duyung? Lamun! Pernahkah Anda mendengar nama tumbuhan tersebut? Bagi sebagian orang, nama "lamun" sama asingnya dengan "dugong". Faktanya, lamun memang kalah populer dibandingkan rumput laut.

Ketahuilah, lamun adalah sejenis rumput, tetapi lamun (seagrass) berbeda dengan rumput laut (seaweed). Rumput laut termasuk ganggang (algae), sedangkan lamun adalah tumbuhan air berbunga dan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Lamun memiliki akar, batang menjalar (rimpang/rizoma), dan daun sejati. Batangnya yang menjalar dapat menghasilkan tunas dan akar baru, sehingga lamun tumbuh membentuk hamparan atau padang lamun di dasar laut sebagaimana padang rumput di daratan. Lamun memiliki banyak nama daerah, seperti rumput setu (Riau), samo-samo (Kep. Seribu, Sulawesi Selatan, dan Maluku), rumput unas (Kalimantan), dan sebagainya.


Lamun atau seagrass (Sumber: marinescience.untan.ac.id)


 
Lamun adalah satu-satunya tumbuhan yang dapat hidup terendam dalam air asin, baik yang bersubstrat pasir; lumpur; atau campuran pasir, lumpur dan karang. Padang lamun (seagrass bed) dijumpai di perairan laut dangkal yang masih terjangkau sinar matahari. 

Di Indonesia, lamun terhampar dari perairan Sumatera hingga Maluku dan Papua. Biasanya padang lamun terdapat di daerah pasang-surut dan pulau-pulau karang. Indonesia kaya akan lamun. Dari 60 jenis lamun di dunia, LIPI mencatat 13 jenis ada di perairan Indonesia, a.l. Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii.

Hamparan lamun di dasar laut di Teluk Ambon (Sumber: www.tribun-maluku.com)
Padang lamun merupakan habitat bagi aneka biota laut untuk berlindung dari predator; mencari makanan; juga berkembang biak. Dalam ekosistem lamun bisa dijumpai beragam jenis ikan (baronang, kakap, dll.); krustase (udang-udangan, seperti lobster, rajungan, kepiting, dll.); kerang-kerangan; dan satwa besar seperti penyu hijau dan duyung. Video berikut akan memberi gambaran kehidupan ekosistem lamun. 


Tahukah Anda? Dalam ekosistem lamun, duyung merupakan satwa paling istimewa. Duyung dan lamun memiliki hubungan simbiosis mutualisme; dan keduanya sangat tergantung satu sama lain.

Padang lamun bukan sekadar habitat, tetapi sumber makanan duyung. Seekor duyung mengonsumsi lamun sekitar 20-50 kg per hari. Lamun adalah makanan utama tak tergantikan. Artinya, ketiadaan dan/atau kerusakan padang lamun berpotensi mengancam kelangsungan hidup mammal herbivora ini.

Sebaliknya, keberadaan duyung sangat dibutuhkan ekosistem lamun karena vegetarian ini menyokong kesuburan lamun. Cara duyung mengais hamparan lamun membantu terjadinya daur hara (nutrien) dalam substrat, sedangkan hasil ekskresinya menjadi "pupuk" penyubur. Tanpa duyung, padang lamun cenderung kurang subur dan mudah terserang wabah hingga punah. LIPI menyebut duyung sebagai spesies kunci ekosistem lamun.




Benarkah Duyung dan Lamun Terancam Punah?
Menurut Daftar Merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN Red List), duyung berstatus rentan (vulnerable/VU) terhadap kepunahan, kecuali jika keselamatan dan reproduksinya ditangani dengan baik. Faktanya, populasi duyung menurun dari waktu ke waktu. Menurut WWF populasi duyung menurun tajam sejak tahun 2011.

Penurunan populasi duyung antara lain akibat perburuan. Sejak ribuan tahun lalu, duyung telah diburu untuk diambil daging, minyak, dan bagian lain tubuhnya seperti tulang, taring, dan gading. Bahkan, karena pengaruh mitos, air mata duyung pun menjadi incaran. Selain akibat perburuan, juga karena terdampak pencemaran, tertabrak kapal, tertangkap jaring tanpa sengaja (bycatch), atau terdampar di pantai. Satu lagi penyebab kepunahan duyung paling krusial adalah ketiadaan atau kerusakan sumber makanannya, yaitu padang lamun.

Sebenarnya, padang lamun hanya menempati sekitar 0,2% lautan dunia. Jumlah yang "tidak seberapa" itu pun ditengarai dalam kondisi yang cenderung menurun. Menurut data LIPI (2017) Indonesia memiliki 1.507 km2 padang lamun, tetapi hanya 5%-nya (75,35 km2) yang sehat. Selebihnya, terdeteksi kurang sehat (80%) dan tidak sehat (15%). Berbagai penyebab kerusakan atau kepunahan padang lamun, antara lain hilangnya mangrove termasuk oleh kegiatan reklamasi; penangkapan ikan secara destrukstif (dengan bom, pukat, dan bahan kimia); dan pencemaran oleh tumpahan minyak ataupun limbah (industri, pertanian, dan rumah tangga). Sebagai gambaran, simaklah kajian LIPI terkait kondisi padang lamun di perairan Indonesia.

Konservasi Padang Lamun untuk Duyung dan Kita
Ancaman kepunahan padang lamun sudah mengkhawatirkan. Oleh karena itu, penyelamatannya harus menjadi perhatian serius. Mengingat hubungan simbiosis lamun dan duyung maka konservasi padang lamun sangat mendesak bagi penyelamatan duyung. Bila lamun yang menjadi habitat dan makanannya subur, duyung pun terselamatkan.

Namun, hal yang sepenuhnya harus kita sadari adalah: konservasi padang lamun juga sangat mendesak bagi kehidupan kita. Kenapa begitu? Ketahuilah, padang lamun bukan saja rumah bagi duyung dan aneka biota laut, tetapi juga memberikan banyak sekali manfaat bagi manusia. Bagaimana hal ini dijelaskan?

Pertama, seperti halnya terumbu karang (coral reef), padang lamun adalah habitat penting bagi beragam biota laut yang menjadi tangkapan utama nelayan, seperti puluhan jenis ikan, udang-udangan, cumi-cumi, dan kerang-kerangan. Kerusakan padang lamun berdampak menurunnya populasi biota laut yang hidup di dalamnya. Akibatnya, tangkapan nelayan akan berkurang, mata pencahariannya terganggu, dan pada akhirnya kondisi ekonominya pun terancam. Di lain pihak, berkurangnya pasokan ikan berdampak turunnya konsumsi ikan sebagai sumber protein penting. Akibatnya, terjadilah penurunan gizi masyarakat.

Kedua, seperti juga mangrove, padang lamun berpotensi mengantisipasi erosi wilayah pesisir serta mengurangi dampak tsunami. Cengkeraman rimpang mampu mengantisipasi gerusan ombak, sedangkan lebatnya dedaunan lamun dapat melemahkan gelombang/arus laut yang menuju pesisir. 

Ketiga, padang lamun oleh sistem perakarannya mampu menyaring limbah dan sedimentasi sehingga kejernihan dan kualitas air laut dapat terjaga. 

Keempat, padang lamun berperan menangkap karbon dioksida (CO2) dan mengubahnya menjadi oksigen yang berguna bagi kehidupan dan perkembangbiakan biota laut di dalamnya, termasuk duyung. Penyeraban emisi karbon juga berguna mengurangi laju perubahan iklim.

Jelaslah bahwa padang lamun berperan penting bagi manusia, secara langsung maupun tidak langsung.  Jadi, konservasi padang lamun bukan saja demi kelangsungan hidup duyung, tetapi juga demi kesejahteraan umat manusia.

Dukungan untuk DSCP Indonesia
Masyarakat dunia sepakat melindungi duyung dan lamun. Di Indonesia, larangan perburuan dan konsumsi duyung dikukuhkan dengan Permen RI No. 7 Tahun 1999. Sayang, kepedulian masyarakat terhadap kelestarian duyung dan lamun masih perlu ditingkatkan.    

Oleh karena itu, kehadiran Proyek Konservasi Dugong dan Lamun (Dugong and Seagrass Conservation Project/DSCP) sangatlah relevan. Proyek yang melibatkan delapan negara (Indonesia, Madagaskar, Malaysia, Mozambik, Kepulauan Solomon, Timor Leste, Vanuatu, dan Abu Dhabi) ini mengupayakan konservasi dugong dan ekosistem lamun dengan berbagai cara, termasuk dengan melibatkan masyarakat. Artinya, melalui "Dugong and Seagrass Conservation Project Indonesia" atau "DSCP Indonesia" kita dapat mendukung upaya konservasi duyung dan lamun yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Partisipasi dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti contoh berikut.
  • Turut mempelajari dan mengenal duyung dan lamun serta manfaatnya untuk meningkatkan kepekaan diri.
  • Turut meningkatkan kesadaran masyarakat (public awarenes) dengan membagikan informasi tentang duyung dan lamun serta manfaatnya, juga menyosialisasi larangan perburuan dan konsumsi duyung, melalui tulisan, foto, video, atau karya lain. Contohnya seperti video ini.    
  • Lewat cara sama kita dapat melakukan promosi wisata bahari untuk mengakrabi duyung dan lamun; kampanye praktik penangkapan ikan yang ramah lingkungan; dan berbagai tindakan kepedulian terhadap duyung dan lamun.
  • Tidak mencemari wilayah perairan (danau, rawa, sungai, dan laut) dengan sampah, bahan kimia, dan/atau bahan pencemar lain.
  • Melaporkan kepada aparat setempat jika mengetahui penangkapan duyung; melihat duyung mati atau terdampar di pantai; mencurigai adanya perusakan habitat lamun; dan sebagainya.  
  • Turut serta dalam kegiatan pengelolaan dan/atau rehabilitasi padang lamun di perairan Indonesia. Atau, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan lain (Pantau infonya lewat fanpage DSCP Indonesia di sini atau akun twitter-nya di sini )
Beberapa lokasi kegiatan DSCP Indonesia dalam pengelolaan dan konservasi dugong dan lamun berbasis masyarakat (Sumber: factsheet DSCP Indonesia)



Tak kenal maka tak sayang! Ketertarikan akan berkembang menjadi rasa sayang; dan dari rasa sayang akan tumbuh rasa memiliki serta kesadaran untuk turut melindungi. Nah, tunggu apa lagi? Daripada melamun, yuk bantu konservasi duyung (dugong) dan lamun!

Depok, 16 Mei 2018
@dwiklarasari untuk @dscpIndonesia
Artikel ini juga ditayangkan pada akun Kompasiana Dwi Klarasari.  

 
 

 
 


1 komentar: