Bersama Paklik Atul tercinta di Madiun (Foto: @widhi_three) |
Sebuah posting di blog sepupuku Yaved di http://bagi-hidup.blogspot.com/
(Mengatasi Masalah), berhasil menyentilku. Hidup tanpa masalah memang tidak
mungkin. Without problems you are a death body, begitu kata seorang
bijak. Namun kuakui, aku sering lancang berpikir bahwa orang lain tidak
memiliki masalah seberat masalahku. Bahkan sering kukira Tuhan di atas sana
hanya berkonsentrasi menguji kekuatanku seorang.
Bagaimana tidak? Sementara aku bingung membuat alokasi
gaji yang tidak seberapa untuk begitu banyak kebutuhan, temanku asyik pamer
aksesori yang baru dibelinya. Berbagai barang baru tiba ke rumah
tetangga-tetanggaku silih berganti. Hari ini ada kiriman sofa baru ke rumah
tetangga sebelah kanan. Esok hari tetangga kiri membeli perabot baru lain.
Belum berapa lama datang kiriman motor baru ke rumah tetangga lain.
Sementara aku sibuk memikirkan kapan jodohku tiba,
temenku bercerita kalau dia baru saja berhasil menggaet pacar baru. Lalu,
temanku yang lain bilang sudah bosan dengan suaminya (seperti bosan dengan baju
lamanya) dan ingin segera bercerai lalu cari ganti. Teman lain lagi selalu
sumringah bercerita tentang akhir pekan bersama keluarganya dan selalu riang
menceritakan kelucuan anak-anaknya.
Kenyataan itu sering membuatku merasa iri dan mengira
hanya aku yang menanggung beban masalah hidup. Namun… sering kali aku
dikejutkan oleh kenyataan yang membuatku tersadar bahwa masih banyak orang lain
dengan masalah lebih berat dariku. Bahkan teman-temanku yang kukira bahagia pun
ternyata menyimpan masalah pelik. Seandainya ada di posisi mereka belum tentu
juga aku sanggup menjalaninya.
Aku sering tercekat setiap kali melihat
anak jalanan mengamen dan menawarkan jasanya di persimpangan jalan. Membayangkan
kesanggupan mereka bertahan hidup dalam kerasnya metropolitan. Mereka tidak
mengalami masa kanak-kanak yang seharusnya. Bagaimana aku tidak bersyukur? Aku
lahir dalam sebuah keluarga yang meski sederhana telah mampu menghidupiku
hingga aku mandiri. Aku menikmati masa kecilku, bersekolah tanpa beban, bermain
dengan riang, … .
Seorang kenalan memiliki 4 anak dari 3 suami. Anak pertama entah ke mana bapaknya. Anak kedua juga tak pernah bertemu bapaknya. Anak ke-3 dan ke-4 masih beruntung bisa bertemu bapaknya meski tidak seharian bersamanya. Maklum, ternyata kenalanku itu berstatus istri muda. Dia yang tidak bekerja, bersama ketiga anaknya terakhir (anak dari suami pertama ikut neneknya) hanya disewakan sebuah rumah petak. Dia sering dikejar2 tukang kredit. Satu di antara anaknya yang belum genap lima tahun sudah bisa bercerita Bapaknya suka melayangkan tangan dan menyakiti Ibunya bila datang ke rumah. Bagaimana aku tidak bersyukur? Aku memiliki keluarga yang utuh dan menyayangiku.
Seorang teman yang selalu gembira yang kukira sehat kuat, ternyata tengah menghadapi sakit berat. Lalu terakhir bertelepon dia cerita bahwa rahimnya telah diangkat. Bagaimana aku tidak bersyukur bahwa sakit2 yang kualami tidak seberat itu.
Kenalan yang kukira bahagia setelah menikahi pria impiannya dan membuatku iri, ternyata sedang bersiap mengajukan pembatalan pernikahan. Ternyata dia menikahi orang yang salah secara jasmani dan rohani. Lalu, mengapa aku tidak bersyukur?
Jadi, aku sangat setuju dengan tulisan Yaved. Kita
memang harus berbahagia dengan masalah yang kita hadapi. Bila selalu melihat ke
atas memang kita akan merasa bahwa masalah kitalah yang terberat. Kita perlu
sering melihat ke bawah… di mana banyak orang memiliki masalah yang jauh lebih
berat dari masalah yang kita hadapi.
Dan saat menghadapi masalah ingatlah hanya untuk
datang padaNya. Datanglah padaNya untuk mengatasi segala masalah, niscaya
segala masalah akan teratasi tanpa menimbulkan masalah baru. Karena hanya
Dialah solusi dari segala masalah. Bersujud dan mohon seraya bersyukur,
berpikir positif, dan memiliki keyakinan teguh.
1. Bersyukur, karena masalah membawa kita untuk lebih
mengerti rencana Tuhan.
2. Berpikir positif, karena masalah yang kita hadapi
pasti akan membawa kepada kebaikan
3. Keyakinan, yaitu percaya bahwa kita bisa menghadapinya
karena Allah penolong kita.
Kalimalang, 20 Januari 2009
PS:
Jadi,
slogan pegadaian “Mengatasi Masalah tanpa Masalah” kiranya dapat diterapkan
dalam menanggapi masalah dalam kehidupan ini.