Tiba-tiba pada hari Jumat, 30 Oktober 2009, ada keinginan untuk
menghabiskan hari Sabtu atau Minggu besoknya untuk berjalan-jalan ke kota tua (meski
belum tahu di bagian yang mana). Mula-mula kuajak seorang teman dekatku, namun
dia berhalangan. Ada niat mengajak teman lain, tapi sepertinya terlalu mepet
(kemungkinan besar mereka semua sudah mempunyai acara). Karena keinginan yang
tak terbendung, kucoba browsing di
berbagai situs untuk menemukan acara jalan-jalan yang diorganisir oleh
seseorang atau komunitas tertentu.
Sangat beruntung! Setelah beberapa menit berselancar, aku berhasil
menemukan informasi acara jalan-jalan di kota tua pada hari Minggu (1 Nov 2009)
yang diadakan oleh Komunitas Jelajah Budaya. Lhadalahh… kok pas banget! Aku
buru-buru mencari call number panitia. Sayangnya, pendaftaran sudah ditutup.
Ooh sedihnya! Tanpa putus asa, “kurayu” panitia… yang akhirnya beliau berbaik
hati akan menerima pendaftaran dan pembayaran langsung di tempat pada hari H.
Acara jalan-jalan itu diadakan oleh Komunitas Jelajah Budaya. Jalan-jalan “One way trip“ tersebut diberi tajuk: JELAJAH KOTA TOEA: Molenvliet. Semula aku sempat bertanya-tanya maksa dari Molenvliet. Tapi untuk mengatasi rasa ingin tahu, segera ku-copy sekelumit cerita singkat tentang Molenvliet dari promosi jalan-jalan itu.
Ternyata, Molenvliet adalah nama yang diberikan untuk sebuah kanal yang
dibuat oleh Kapiten Phoa Beng Gam pada tahun 1648. Molen artinya Penggilingan/
kincir air dan Vliet artinya sungai/aliran. Itulah sebabnya sungai ini
dinamakan Molenvliet.
Kanal itu digunakan untuk menghanyutkan kayu bagi pembuatan kapal dan bahan
bangunan di dalam tembok kota Batavia. Lambat laun kanal/sungai yang panjangnya
sekitar 3 km itu juga difungsikan untuk menggerakkan kincir air bagi
penggilingan tebu, produksi arak serta pabrik mesiu.
Sejak saat itu Molenvliet mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan
kota Batavia. Hal ini tentu saja terkait dengan pembangunan kota yang bergeser
ke selatan, bahkan ketika udara di dalam kota Batavia sudah mulai terkena
polusi banyak pejabat tinggi VOC mendirikan vila-vila mewah dengan taman yang
luas. Sebagai contoh adalah vila mewah milik Gubernur Jenderal VOC Reiner de
Klerk yang kini berfungsi sebagai Gedung Arsip Nasional (National Archive
Building). Contoh lain bvila mewah di kawasaan ini adalah Rumah Candranaya
milik tuan tanah dari Keluarga Khouw.
Waktu kuceritakan pada seorang teman, eh ternyata dia tertarik.. sangat
tertarik malah! Maka jadilah kami datang berdua pada hari H - Minggu, 1
Novenmber 2009. Registrasi dan perjalanan diiawali dari Starting Point di
Museum Bank Mandiri (Jl. Lapangan Stasiun No. 1 Jakarta Kota, kawasan Stasiun Jakarta
Kota) kami berjalan kaki melewati rute: Pintu Besar, Pinangsia, Bioscoop Orion,
Glodokplein, Lindeteves, Roemah Obat Tjap Koepoe-Koepoe, Kedubes China, Thalia,
Candra Naya, Gedung Arsip Nasional.
Dari perjalanan lebih dari setengah hari (07.30–11.00 WIB) dan menempuh lebih dari 10.000 langkah, banyak hal bisa kupelajari. Kami diajak bermain di berbagai kota di Indonesia pada abad XVI dengan menonton Film Jadul yang diputar di Museum Bank Mandiri. Kami juga merekam sejarah dan cerita Batavia masa lalu dari penjelasan para guide komunitas jelajah budaya” sepanjang rute perjalanan. Dan yang special bagiku- penggemar fotografi adalah berhasil mengabadikan kehidupan masyarakat dan gedung-gedung tua sepanjang rute perjalanan.
Acara jelajah sehari tersebut cukup menyenangkan sekaligus menyehatkan. Sejak itu, acara yang diadakan KJK kerap menjadi bagian dari
agendaku.
Teman-teman yang ingin mengemal komunitas ini silakan berkunjung ke www.jelajahbudaya.blogspot.com atau silakan kontak kartum_boy@yahoo.com atau
jelajahkotatua@yahoogroups.com)
Kalimalang, 1 November 2009
kayaknya aku juga ikutan deh ini. aku pake kaos ijo dan topi bundar mbak.
BalasHapusoya? hehe.. kala itu kita belum berjodoh utk slg kenal ya.. ktmnya di Baduy hampir 2 th kmd..
BalasHapus