Semalam aku berkenalan dengan
seorang gadis kecil. Usianya kira-kira dua tahun. Dia berkulit cokelat, atau
katakanlah hitam manis dan berambut ikal. Lucu dan eksotik.
Hanya dalam sekali tatap aku langsung jatuh cinta. Kelincahan “si Ikal” itu tidak berbeda dengan anak-anak kecil lain. Dia turut berkejaran dengan teman-temannya serta tertawa gembira. Meski baru pertama mengenalku, dia tidak takut untuk mendekatiku, seperti anak kecil lain yang sudah lebih dahulu akrab denganku. Walaupun begitu, dia masih malu-malu. Setiap kali hendak kutanya, dia selalu berlarian ke sana ke mari.
Sampai tiba saatnya anak-anak kecil itu masuk rumahku dan melihat buku cerita. Selanjutnya, salah satu di antara mereka mulali memintaku membacakan cerita. Setiap anak sangat cerewet dan berebut duduk serta ingin ikut memegang buku. Sebaliknya si Ikal hanya berdiri diam, sebentar maju sebentar mundur. Untuk memecahkan kekakuannya aku secara personal bertanya gambar mana dalam buku itu yang disukainya.
Acara bercerita berubah menjadi keributan karena dua di antara mereka saling berebut menunjuk gambar yang mereka sukai. Saat itulah, tanpa kusangka si Ikal mendekatiku dan berbicara padaku.
Ia mengeluhkan sakit di
kakinya dengan suara lembut seraya menyorongkan kaki kiri. Kukira kakinya hanya
sedikit lecet karena aku tahu anak-anak itu berlarian ke sana ke mari. Setengah
basa-basi dengan gaya keibuan kubilang padanya, ‘Iya, gak apa nanti juga
sembuh. Sekarang kita baca cerita aja ya?
Kuusap-usap kakinya tapi
tatapanku lurus padanya. Mungkin karena dilihatnya aku tidak melihat ke
kakinya, sekali lagi dia mengusikku dengan keluhannya tentang kakinya yang
sakit. ‘Kakiku sakit’ keluhnya sekali lagi. Tatapan dan nada bicaranya
seakan-akan dia sudah lama mengenalku. Seperti aku adalah sahabat dekatnya.
Khawatir gadis mungil yang sudah merebut hatiku itu berdarah atau terluka lebih parah dari sangkaanku, aku pun menengok ke kaki kiri yang disodorkan di hadapanku.
Khawatir gadis mungil yang sudah merebut hatiku itu berdarah atau terluka lebih parah dari sangkaanku, aku pun menengok ke kaki kiri yang disodorkan di hadapanku.
Mendadak aku terpaku. Oh My
God! Seketika hatiku pun trenyuh. Ternyata yang dimaksud sakit oleh si Ikal
adalah (maaf), jari-jari kakinya tidak sempurna. Belum hilang rasa kagetku, dia
menunjukkan kaki kanannya. Lalu dengan perasaan tak menentu kusampaikan
kata-kata hiburan.
Untuk mengalihkan perhatian, kuajak dia berebut menunjuk hewan-hewan kesukaan dalam buku cerita seperti dua anak yang lain. Mula-mula dia enggan, tapi ucapanku ‘Ayo, kamu suka yang mana, ayo tunjuk!’ yang penuh semangat akhirnya menggugah dia.
Walupun begitu semangatnya
turut menunjuk gambar justru membuatku semakin shock. Oh, kasihan sekali gadis
kecil ini. Ternyata kedua tangannya pun memiliki jari-jari tak sempurna seperti
kakinya. Aku benar-benar jatuh kasihan. Aku sudah langsung membayangkan masa
remaja gadis manis itu. Oh, bagaimana kelak dia menghadapi teman-temannya; akan
malukah dia; dan banyak tanya yang lain.
Tiba-tiba aku tersadar bahwa dia pun adalah karunia Tuhan. Sudah pasti Tuhan memiliki rencana bagi setiap manusia ciptaan-Nya. Banyak orang-orang terkenal yang kutahu memiliki tubuh kurang lengkap. Namun ternyata mereka bahkan lebih hebat dari orang-orang sempurna.
Aku memang baru semalam
mengenalnya, tentu belum melihat bakat-bakatnya. Tapi aku yakin dia memiliki
talenta lebih di balik kekurangannya itu. Talenta besar yang melengkapi dan
menyempurnakan hidupnya. Aku percaya ciptaan Tuhan sempurna adanya.
Kalimalang, 5 novmber 2009
rancangan n ciptaan Tuhan tiada yg bs menebak dan mengetahuinya, namun dibalik semua itu manusia mash ciptaan Tuhan yg paling sempurna, Tuhan pasti telh pny rencana yg indah buat anak itu...
BalasHapusrancangan n ciptaan Tuhan tiada yg bs menebak dan mengetahuinya, namun dibalik semua itu manusia mash ciptaan Tuhan yg paling sempurna, Tuhan pasti telh pny rencana yg indah buat anak itu...
BalasHapus