Kamis, 20 Mei 2010

Katolik "bukan" Agama Pilihanku!



Mereka yang mengenalku tentu tahu bahwa sejak kecil aku telah beragama Katolik. Di KTP juga tercantum agamaku: Katolik. Namun, sesungguhnya dalam sejarah hidupku, aku tidak pernah memilih Katolik sebagai agamaku. Begitulah kenyataannya, aku beragama Katolik sebab aku dibaptis saat masih bayi. Ayah dan Alm. ibukulah yang memutuskan bahwa aku harus menyandang nama indah seorang Santa dan Katolik menjadi agamaku.

Aku sendiri sering bertanya ‘bagaimana bisa terjadi?’ Jika aku bertanya pada Romo atau para ahli Kitab Suci tentu akan segera diambilkan ayat Alkitab berikut: Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu (Yoh. 15:16). Pernah pula aku mendapat kiriman kalimat ini: Tuhan sudah menentukan jalan hidupmu bahkan sebelum kamu dilahirkan di dunia (sayang, lupa ada di bagian mana).

Sebelum menikah, Ayahku seorang Muslim dari keluarga besar Muslim dan demikian pula keluarga (Almarhum) Ibuku (sebagian Muslim dan sebagian Kristen). Mereka menempuh jalan hidup masing-masing, sejak mereka dilahirkan hingga dewasa. Hingga suatu saat bertemulah mereka membentuk keluarga. Dan melalui sebuah proses panjang keduanya menjadi Katolik. Bukan hanya beragama Katolik saja, keduanya lalu menjadi guru pelajaran Agama Katolik di Sekolah dan menjadi Katekis di Gereja. Tentu saja, itu terjadi setelah melalui jalan panjang dan berliku-liku. Aku sendiri hampir tidak percaya bila mendengar kisahnya—yang kelak akan kuceritakan kisahnya pada artikel lain.
Jika demikian kronologisnya, aku memang harus yakin bahwa Allah sendiri yang memilih aku. Mula-mula Allah memilih kedua orang tuaku, kemudian  memilihku. Allah sudah menentukan bahwa aku akan hadir di dunia melalui pasangan Ayah dan (Almarhum) Ibuku. Tak ada lagi yang patut kuragukan, bukan?

Lalu mengapa aku tetap beragama Katolik hingga dewasa kini? Tak ada undang-undang yang melarang jika aku tertarik, ingin mempelajari, lalu berpindah ke agama lain, bukan? Inilah pokok persoalannya! Mungkin karena Allah sudah memilihku, sepertinya tak ada celah bagiku untuk meninggalkan-Nya. Bisa jadi Allah telah mengikatku sedemikian rupa hingga aku tak bisa lepas. Sejak kecil aku sudah tertarik dengan segala macam hal beraroma Katolik. Sekolah Minggu dengan lagu-lagu dan cerita-cerita seru; peran-peran dalam teater Natal—dari peran kecil hingga peran tertinggi sebagai Bunda Yesus (haha.. maaf, ini hanya kebanggaan masa lalu); juga masa remajaku yang penuh kegembiraan dengan segala aktivitas khas muda-mudi Katolik (paduan suara, kemping rohani, acara ini-itu, atau sekadar kumpul bersama). Lalu, aku mendapat tugas mengajar adik-adik Sekolah Minggu selama bertahun-tahun. Semua sekolah yang mendidikku dari TK hingga Perguruan Tinggi juga sekolah Katolik dengan segala kekhasannya. 

Kini setelah dewasa kegiatanku bersama rekan-rekan seiman tidak seintens dahulu. Walaupun begitu belum pernah ada setitik ketertarikan apalagi keinginan meninggalkan agamaku. Mungkin dalam perjalanan hidup yang melewati jutaan suka dan duka, iman Katolik itu tumbuh dan berakar semakin kuat. Entahlah itu hanya analisisku. Aku pun tak tahu sejak kapan dan bagaimana aku memutuskan untuk tetap menjadi seorang Katolik.

Namun, satu hal yang pasti, dari sekian banyak hal dalam Katolik, satu hal yang paling menarik bagiku adalah KASIH. Perbuatan sebaik apa pun jika kamu melakukannya tanpa kasih, itu tidak ada artinya. Pada kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan. Aku masih sering memberi pertolongan dengan pamrih atau bahkan melakukan suatu pekerjaan baik dengan bersungut-sungut. Sehingga bagiku sangatlah mengagumkan KASIH ALLAH melalui Yesus yang rela mati disalibkan. 

Meskipun pada kenyataannya menjadi seorang Katolik itu tidaklah gampang. Terutama pada masa-masa berada pada kesulitan tingkat tinggi dalam kehidupanku. Sering kali sisi manusiawiku ingin meraih segala kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia. Saat itu aku selalu memohon bantuan Bunda Maria agar aku mampu meneladan kesetiaannya kepada Yesus, agar imanku akan Yesus tak goyah dan tak tergantikan oleh kebahagiaan duniawi apa pun.

Katolik memang bukan agama pilihanku, tetapi menjadi “seorang Katolik” adalah pilihan hidupku. Karena aku yakin Allah sendiri yang telah memilihku.


Jakarta, 20 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar