Minggu, 30 Oktober 2011

Membuat Tulisan Kreatif Bisa Dipelajari

Kover Depan Buku


Judul Buku    : 24 Jam Memahami Creative Writing
Penulis          : Naning Pranoto
Penerbit        : Penerbit Kanisius
Halaman       : 160
ISBN             : 978-979-21-2926-7
Cetakan I     : 2011
Harga           : Rp25.000,00

Tiada bulan, tiada bintang. Tiada warna, tiada bayang, tiada satu pun titik terang. Semua tenggelam dalam kegelapan merata tiada terbaca. Orang melihat dan melihat, tetapi tak satu pun terlihat, seolah mata ini telah dicungkil dari sarangnya. Hujan seperti dicurahkan dari langit… Lumpur luar biasa banyaknya… (halaman 72)

Itulah sepenggal paragraf dalam cerita mini Malam Gelap karya Anton Chekhov, sastrawan Rusia. Paragraf itu sebenarnya hanya menceritakan situasi hujan sangat lebat pada malam gelap. Secara biasa, mungkin kita akan mendapati kalimat seperti: “Malam gelap dan hujan turun sangat lebat sehingga membuat jalanan berlumpur…”. Saya membayangkan, betapa Chekhov “merepotkan diri” menemukan kata-kata berbeda untuk menggambarkan situasi sederhana itu agar terkesan luar biasa! Tulisan-tulisan serupa karya Anton Chekhov inilah yang digolongkan sebagai creative writing—istilah yang tengah beranjak populer di Indonesia ini telah dipakai di Amerika dan Inggris sejak awal abad 19.

Creative writing (tulisan kreatif) memang berbeda dengan tulisan biasa. Ragam tulisan ini menggunakan bahasa literer (sastra). Kata-kata yang dipilih senantiasa memiliki kekuatan makna serta bernilai seni, dan terangkai sebagai kalimat yang mempesona. Tulisan kreatif mengekspresikan jiwa sang penulis serta sarat imajinasi yang mampu menghanyutkan bahkan mengaduk-aduk perasaan. Konon, tulisan kreatif mampu menyihir pembaca, mampu membuatnya tersenyum, larut dalam tawa dan kesedihan, atau dicekam rasa takut. Pembaca pun bisa dibuat terpesona oleh seorang tokoh atau sebuah situasi, dan sebaliknya marah atau muak pada tokoh atau situasi lain. Ingatlah, betapa hebat pesona novel serial Harry Potter! Tulisan imajinatif karya J.K. Rowling tersebut mampu membuat pembaca muda sanggup melahap buku yang tebalnya ratusan halaman—jauh lebih tebal dari fiksi anak-anak umumnya.

Wow, luar biasa! Tetapi, bagaimana merangkai kata-kata indah bermakna menjadi kalimat yang mempesona? Menciptakan tulisan seperti dilakukan Chekhov tentu bukan pekerjaan gampang. Pasti hanya mereka yang terlahir dengan bakat menulis yang mampu melakukannya. Pernahkah pertanyaan dan pernyataan tersebut terlintas dalam benak Anda?

Jika pernah, cobalah ambil buku “24 Jam Memahami Creative Writing” dari rak toko buku. Melalui buku ini, Naning Pranoto—penulis yang menggeluti creative writing dan telah melahirkan ratusan cerpen serta puluhan novel—mengabarkan bahwa creative writing bisa dibuat oleh siapa saja tanpa kecuali. Tak perlu “bakat” khusus! Sebab, creative writing bisa dipelajari! Bahkan, jika terkendala menempuh pendidikan formal, kita bisa belajar secara otodidak. Meskipun judul buku ini terkesan sedikit bombastis, namun 24 Jam Memahami Creative Writing membuktikan diri dengan menyajikan teori creative writing secara ringkas dan sederhana. Gaya naratif membuatnya tak sulit untuk dipahami.

Dalam 24 bab—dinamai secara kreatif sebagai Jam ke-1 s/d Jam ke-24—penulis merangkum dasar-dasar penulisan kreatif. Pada Jam ke-1 dan ke-2 kita akan diajak memahami makna, cabang-cabang serta peran penting creative writing dalam kehidupan manusia. Pada Jam ke-3, dengan filosofi “ruang” penulis meyakinkan bahwa “teori bakat” tidak akan pernah menutup peluang seseorang untuk menjadi pengarang/penulis. Alhasil, kita semakin yakin untuk mulai terjun dalam aktivitas penulisan kreatif. Lalu, kita pun boleh dengan percaya diri menekuni materi-materi yang disajikan pada Jam-Jam berikut.

Bersiaplah untuk memahami teori-teori dasar terpenting dalam penulisan kreatif! Proses kreatif, penemuan ide dari keseharian, penggalian imajinasi, pengolahan kata sebagai senjata utama, gaya bahasa dan penulisan, penyajian materi, hingga pemilihan bacaan pendukung. Penemuan “the golden time” bagi setiap penulis dan bagaimana mulai menulis sekalipun tanpa peralatan menulis, merupakan bagian buku yang saya rasa sangat inspiratif. Demikian pula, contoh karya dan proses kreatif sastrawan-sastrawan besar seperti Jean Paul Sartre, Rabindranath Tagore, Jalalu’ddin Rumi, Iwan Simatupang, Remy Sylado, Hamsad Rangkuti, Pramoedya Ananta Toer, dan banyak lagi.

Creative writing mencakup 2 cabang utama yaitu creative fiction dan creative nonfiction (fiksi dan nonfiksi) dengan banyak ranting. Puluhan rantingnya dikelompokkan atas 10 besar yaitu: artikel khusus, biografi, drama, esai, fantasi, memoar, novel, puisi, cerpen, dan skenario film/sinetron/program TV (hal. 13). Nah, tulisan mana yang menjadi favorit dan ingin Anda ciptakan? Atau, Anda ingin dapat memahami semua? Berbagai prinsipnya disertai contoh-contoh dipaparkan sejak Jam ke-1 hingga Jam ke-23. Pada Jam terakhir, kita akan mendapat informasi bagaimana dan ke mana bisa “berguru” dalam “kelas” creative writing.

Dalam buku ini, penulis tak sekadar berbagi pengalaman menulis dan hasil studi creative writing yang pernah dilewatinya. Penulis juga mengajak dan memberi dorongan pembaca untuk mulai menulis kreatif. Saya merasakan manfaat buku ini, karena saya tertarik menekuni dunia kepenulisan. Namun, sekalipun Anda tidak berniat menjadi pengarang/penulis profesional, memahami dan mempelajari penulisan kreatif sangatlah penting. Bagaimanapun, menulis adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Menulis kreatif berguna untuk siapa saja, anak-anak hingga lanjut usia, pelajar SD hingga profesor. Menulis kreatif melatih seseorang berpikir lebih kreatif, berbahasa lebih baik, dan mengungkapkan gagasan dengan lebih jelas. Hebatnya, aktivitas menulis kreatif pun ternyata masuk dalam langkah terapi jiwa atau the art of healing for mental sickness (hal.14). Tak bisa dipungkiri, beberapa bentuk tulisan kreatif—seperti puisi dan lirik lagu—terbukti mampu menyejukkan jiwa, menguatkan hati.

Depok, 30 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar