Foto: |
Kata yang paling kusukai adalah ‘kasih’. Bagiku kata
tersebut selalu terdengar menetramkan. Termasuk dalam berbagai padanannya
(cinta, sayang, kasih sayang, love, affection, dsb.) dan kata berimbuhan
dari kata sifat tersebut (kekasih, pengasih, pecinta, mencintai, dicintai,
penyayang, menyayangi, dsb.). Kata ‘kasih’ dapat berelasi baik dengan semua
kata: cokelat, bunga, rumput, hujan, awan, tanah, matahari, bulan, bintang, dan
sebagainya. Kata ‘kasih’ mampu menginspirasi hingga membuatku menjelma
penyair/penulis yang melahirkan puisi serta kisah romantis yang menyejukkan dan
membahagiakan hati pembaca.
Kasih sudah kualami sebelum aku mengenal diriku
sendiri, saat aku masih berupa janin dalam kandungan ibuku. Aku yakin betapa
ibu dan ayahku sangat mengasihiku bahkan sebelum mereka melihat wujudku. Aku
ada karena kasih Sang Pemberi Hidup; karena kasih antara kedua orang tuaku;
karena kasih dokter dan perawat yang membantu kelahiranku; dan sebagainya.
Setelah lahir sepanjang hidup, kudapat tambahan kasih dari sanak keluarga dan
handai taulan, juga kawan-kawan yang datang silih berganti. Meskipun hingga
saat ini aku belum menemukan kekasih hati pasangan hidupku, aku tetap merasa
bahagia berkat Kasih Tuhan dan kasih semua orang di sekelilingku yang kualami
setiap hari.
Ada kerinduan untuk selalu menjadi orang yang penuh
kasih. Namun ternyata tidak mudah. Karena kasih bkan sekadar kata sifat yang
mudah disandang, sebaliknya memiliki konsekuensi sangat luas. Apalagi jika
teringat perikop terkenal mengenai ‘Kasih’ dalam Surat Pertama Rasul Paulus
kepada Jemaat di Korintus: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak
cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang
tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya
segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan.”
Huufff! Sekadar menghafal ayat tersebut dengan
sempurna saja sangat sulit, apalagi untuk mengimplementasikannya. Betapa sulit
bersikap sabar saat seseorang—bahkan yang sangat kita sayangi—demikian
menjengkelkan. Sangat sulit untuk tetap sabar dan tidak menjadi pemarah ataupun
menyimpan kesalahan pada orang/situasi yang . Sulit untuk bermurah hati ketika
aku berkekurangan. Di lain waktu aku justru mencari keuntungan dari orang lain.
Walaupun begitu karena telah mengimani Kristus, aku wajib berjuang untuk
menjadi pribadi penuh kasih seperti Dia. Kalaupun hari ini gagal, aku harus
berusaha esok hari. Jika esok belum berhasil, kuharap lusa aku bisa, dan
seterusnya.
Depok, 20 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar