Foto @dwi_klarasari |
Ketika mendengar kisah tersebut, kami teman-teman sekantor Cantik tertawa terpingkal-pingkal membayangkan si cantik nan elegan harus berlari-lari. Semua itu terjadi karena bahasa Jawa yang menjadi bahasa sehari-hari di kampung halamannya masih sangat menguasai pikiran Cantik. Maklum waktu itu Cantik pendatang baru di Jakarta.
Namun, lama sesudah kejadian lucu tersebut, bahasa Jawa tetap akrab dengan keseharian Cantik. Bahkan setelah bertahun-tahun tinggal di Jakarta, Cantik masih suka mengobrol dengan bahasa daerah bila bertemu keluarga/saudara/teman sesuku, termasuk saya. Kami dan beberapa teman yang kebetulan berasal dari keluarga Jawa, merasa lebih akrab bila mengobrol dengan bahasa daerah (bahasa Jawa). Di mana pun bertemu, bahkan di dalam angkot sekali pun, kami tak segan saling menyapa, bercanda dan mengobrol dalam bahasa Jawa. Tentu saja menjadi pengecualian saat kami harus berbicara dalam rapat atau forum resmi lain di lingkungan kerja.
Saya senang memiliki teman-teman seperti Cantik. Dalam keseharian di Jakarta yang cenderung harus selalu berbahasa Indonesia, rasanya bahagia bila sesekali bisa mengobrol dalam bahasa daerah. Bagaimanapun tinggal di metropolitan yang multietnis ini, menggunakan bahasa Indonesia adalah yang paling pas. Banyak orang yang saya temui dalam urusan pekerjaan atau relasi di komunitas/masyarakat datang dari berbagai daerah di Indonesia-Aceh, Batak, Karo, Minang, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Flores, Makassar, Papua, dan sebagainya.
Sudah lama Cantik kembali ke Yogya, dan saya juga terpisah dengan teman-teman dekat yang suka banget berbahasa Jawa. Meskipun di lingkungan masyarakat ada orang-orang sesuku atau sedaerah, tetapi mereka jarang mau berbahasa Jawa. Adakalanya mencuat kerinduan untuk berbahasa daerah. Jadi, kalau tiba-tiba bertemu dengan teman-teman yang 'orang Jawa', refleks saya akan mengajaknya berbahasa Jawa. Ketika berkenalan dengan seseorang, dan setelah lama mengobrol mengetahui bahwa ybs. adalah orang Jawa, saya pun sering berusaha mengajak berbahasa Jawa.
Namun, tidak semua orang Jawa yang sudah "menjadi" penduduk Jakarta mau serta merta berbahasa Jawa. Terlebih lagi bila berada di tempat umum, seperti angkot atau mal. Bukan berprasangka, tetapi pada beberapa orang saya merasakan ada "gengsi" menyelimuti. Ada juga yang terkesan "tidak suka". Mungkin bagi mereka saya terkesan sok akrab.
Ada beragam reaksi saat saya mengajak bicara dengan bahasa Jawa. Ada yang menjawab dalam bahasa Jawa, tetapi dengan suara pelan. Ada juga yang cuek dan tetap menjawab dalam bahasa Indonesia. Uniknya, ada teman yang saya kenal di kampung eyang saya, meskipun berkali-kali saya bertanya dalam bahasa Jawa tetap saja dijawabnya dengan bahasa Indonesia. Lebih parah lagi bila sama-sama orang Jawa yang merantau di Jakarta, ketika bertemu di kampung halaman sama sekali tak mau berbahasa Jawa.
Kadang kala tebersit rasa iri bila mendengar orang-orang dari suku lain dengan asyiknya mengobrol dalam bahasa daerah meskipun mereka ada di ruang publik. Namun, saya bersyukur karena masih memiliki teman-teman seperti Cantik, Indah, Manis, Elok, Ayu, dll. yang mau dan suka diajak mengobrol dalam bahasa daerah di sela-sela penggunaan bahasa Indonesia.
Saya sangat maklum dan menghormati bila beberapa orang tidak berkenan berbahasa daerah saat berada di ruang publik ibu kota. Meskipun demikian, saya yang bukan siapa-siapa ini, sering kali berharap mereka masih mau menggunakan bahasa daerah di lingkungan keluarga, masyarakat sedaerah, komunitas sesuku, dan sebagainya. Bagaimanapun bahasa daerah adalah bagian dari identitas dan warisan budaya kita.
Www.ethnologue.com mencatat di wilayah Indonesia ada lebih dari 700 bahasa daerah atau bahasa ibu (mother language). Menurut para ahli, ratusan bahasa tersebut berpotensi punah bila tidak ada lagi masyarakat yang menggunakan. Sebenarnya tak sedikit orang asing tertarik dan mencintai berbagai bahasa daerah di Nusantara. Namun, sebagai penutur asli semestinya kita bertanggung jawab menyelamatkan bahasa kita sendiri dari kepunahan.
Pernahkah kamu rindu berbahasa daerah? Yuk, kita rayakan Bulan Bahasa dan Sastra dengan berbahasa daerah! Bangga berbahasa daerah; tak lupa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar; dan terus berupaya menguasai bahasa asing sebagai bekal di kancah internasional.
Masak bakmi lengane jelantah/Ojo gengsi nganggo basa daerah.
Medio Oktober 2018
Artikel ini juga ada di blog kompasiana saya di link ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar