Tahun 2000 aku mulai turut dalam era baru komunikasi.
Era telepon seluler alias ponsel. Lalu, segera saja kuakrabi berbagai istilah
baru, seperti SMS-Short Message Service, misscall, phonebook,
dan sebagainya.
Bagiku, keberadaan phonebook cukup fenomenal.
Sisi positif dan negatif tumpang tindih tak jelas batasannya. Satu sisi
positif: bila ingin bertelepon, tinggal klik phonebook, pilih nama, dan
”Haloo...” tersambung! Tak perlu lagi mengingat puluhan nomor atau membuka buku
telepon.
Satu sisi negatif: phonebook menurunkan daya
ingatku. Bagaimana tidak, aku tak lagi berminat menghafal nomor telepon. Jika
sebelumnya bisa kuhafal lebih dari sepuluh nomor, setelah ber-ponsel hanya 4
nomor yang bisa langsung kutekan tanpa membuka catatan. Nomor rumah, nomor
kantor, nomor ponselku, dan... tak ada lagi. Ah, ternyata hanya tiga nomor!
Pernah, saat mengurus penggantian sim card yang
rusak, aku harus mengisi form pernyataan. Salah satu item yang tertera adalah diminta
menulis 5 nomor dalam sim card yang paling sering dihubungi. Ternyata
hanya 2 nomor yang kuhapal, rumah dan kantor. Nomor orang-orang terdekat
(keluarga, adik, kakak, sepupu), bahkan telepon tempat indekos dan nomor teman
sekamarku tidak ada yang dapat kuingat dengan benar. Olala!
Phonebook juga memberi pelajaran, kelucuan, dan banyak
pengalaman.
Dengan seizin pemiliknya, aku suka membaca phonebook
di ponsel orang lain. (Swear... hanya phonebook kok!) Seru juga lho
membaca nama-nama dalam phonebook! Melalui phonebook bisa lho
diketahui sifat pemilik ponsel. Apakah dia orang yang sangat sopan, seorang
biasa, atau seorang selengekan/iseng.
Teman-temanku yang sangat sopan, daftar nama dalam phonebook-nya
sebagian besar diawali huruf B, P, dan M. Ada juga I , K dan M. Simak ya...
semua yang sebaya orangtuanya akan ditulis dengan awalan Bu/ Pak atau
Ibu/Bpk. Temen etnis jawa juga memakai huruf B dan P untuk awalan Budhe/Pakdhe
atau Bulik/Paklik untuk menyebut saudara-saudara Bapak/Ibunya. Lalu,
rekanan kantor/klien yang senior ditulis dengan awalan Mas/Mbak. Dalam
phonebook beberapa teman asal Medan kutemui awalan Kak/Bang. Nama yang
tidak ditulis dengan semua panggilan kesopanan tersebut, tentu adalah
teman-teman sebaya.
Bila kuamati, teman-teman ber-phonebook sangat
sopan ternyata tidak efektif. Bisa dibilang percuma memiliki fasilitas phonebook.
Jika harus menghubungi seseorang dalam keadaan darurat dia benar-benar
kewalahan. Bagaimana tidak? Isi phonebook-nya sebagian besar berawalan
M. Hanya untuk mencari nama Mbak Diah, dia harus memilih di antara puluhan nama
berawal M. Ada puluhan Mas dan Mbak dalam daftar itu. Belum lagi jika di
sekitar nama Mbak Diah ada nama-nama seperti Mbak Dian, Mbak Diana, Mbak
Dianing, Mbak Diandra, Mbak Dina, Mbak Dinda, atau Mbak Dita. Saat terburu-buru,
peluang salah pilih nama dan salah kirim SMS juga sangat besar. SMS untuk Mbak
Dian sering nyasar ke Mbak Diah atau Mbak Diana. Wah... panjang urusannya!
Tapi apa pun masalahnya, dua temanku yang ber-phonebook
sangat sopan mempunyai alasan sangat sopan menanggapi kritik itu. Katanya: aku
takut kalau orang ybs melihat ponselku dan menemukan namanya tidak kuberi
awalan Mbak/Mas atau Bpk/Ibu. Aku akan di-cap tidak sopan. Ha..ha..ha...
ada-ada aja!
Dalam phonebook seorang biasa, sebutan Ibu/Bu,
Bapak/Pak, Mas/Mbak, Bang/Kak tetap ada, tetapi tidak semuanya. Hanya
orang-orang tertentu saja, misalnya Bapak/Ibu dan kakak kandung atau atasan di
kantor. Sisanya adalah nama-nama panggilan yang wajar. Misalnya: Agung, Budi,
Citra, Dewi, Eni, Fitri, Gina, Hasan,
Ina, Joni, Kusno, Lina, Mirna, Neni, Oki,
Panca, Rita, Sasa, Tania, Umi, Wati,
atau Yanti. Phonebook biasa ini memiliki mungkin absensia untuk
huruf-huruf tertentu, seperti huruf Q, V, dan Z, karena jarang dipakai sebagai
awalan nama.
Paling seru mengintip phonebook seorang
selengekan/iseng. Lupakan sebutan Bapak/Ibu, Mas/Mbak, Pakde/Bude, Bang/Kak,
Uda/Uni, dan panggilan sopan lain. Semua akan sulit ditemukan! Dalam phonebook
saudaraku yang selengekan tak ada nama Bapak, Ayah, ataupun Papa, karena untuk
nomor Ayah kami diberi identitas Pak Uban. Rambut Ayah sudah putih
semua, begitu alasannya. Lalu sebutan Bos OK, untuk atasannya. Reserse,
untuk sepupu kami yang polisi. Markas, untuk telepon rumah. Tomingse
untuk temannya yang (maaf) agak tonggos. Katanya, kependekan dari Tolong
mingkem sedikit. Gondes untuk temannya berambut panjang yang
dijuluki gondrong desa. Misstel untuk kawan yang suka
telat/terlambat. Lalu, nickname unik seperti Panjul, Tato, Ndut, Gokil,
Pitik alias ayam dalam bahasa Jawa.
Kalau phonebook-ku gimana ya?
Entahlah...mungkin kombinasi antara biasa, selengekan, dan praktis. Beberapa
nama kutulis sewajarnya: Agus, Beni, dll. Beberapa yang lain kutulis sesingkat
mungkin. BQ untuk Becky, CT untuk Siti, EQ untuk Eki, UQ
untuk Uki, IK untuk Ika, AVX untuk Afiks, ND untuk Endi, D7
untuk Desi, V6 untuk Vela, U3 untuk Umi, Q- untuk Kimin, QQ
untuk Kiki. Lalu ada Na2, Ta2, To2k, juga Yo2. Beberapa nama kutulis sebagai nickname.
Misalnya, Godek (cambang, bhs jawa), untuk teman yang
bercambang. Mistar untuk temanku Miss. Tari. Nama lain kubuat iseng
saja, seperti Sea Gate untuk Sigit, Tea Us untuk Tyas, Two
Nick untuk Tunik, By U untuk Bayu, atau Cow2 untuk Koko. Nah
saat orang tuaku hanya punya satu ponsel untuk berdua, nama mereka kutulis ABun
alias Ayah Bunda.
Kalimalang, Desember 2008
PS:
Sejauh mana kita punya hak mengelola phonebook di ponsel kita? Salahkah bila menuliskan dengan selengekan?