Kover Depan Buku |
Judul Buku : 24
Jam Memahami Creative Writing
Penulis : Naning
Pranoto
Penerbit : Penerbit
Kanisius
Halaman : 160
ISBN : 978-979-21-2926-7
Cetakan I :
2011
Harga :
Rp25.000,00
Tiada bulan, tiada bintang. Tiada warna, tiada bayang,
tiada satu pun titik terang. Semua tenggelam dalam kegelapan merata tiada
terbaca. Orang melihat dan melihat, tetapi tak satu pun terlihat, seolah mata
ini telah dicungkil dari sarangnya. Hujan seperti dicurahkan dari langit…
Lumpur luar biasa banyaknya… (halaman
72)
Itulah sepenggal paragraf dalam cerita mini Malam
Gelap karya Anton Chekhov, sastrawan Rusia. Paragraf itu sebenarnya hanya
menceritakan situasi hujan sangat lebat pada malam gelap. Secara biasa, mungkin
kita akan mendapati kalimat seperti: “Malam gelap dan hujan turun sangat
lebat sehingga membuat jalanan berlumpur…”. Saya membayangkan, betapa
Chekhov “merepotkan diri” menemukan kata-kata berbeda untuk menggambarkan
situasi sederhana itu agar terkesan luar biasa! Tulisan-tulisan serupa karya
Anton Chekhov inilah yang digolongkan sebagai creative writing—istilah
yang tengah beranjak populer di Indonesia ini telah dipakai di Amerika dan
Inggris sejak awal abad 19.
Creative writing (tulisan
kreatif) memang berbeda dengan tulisan biasa. Ragam tulisan ini menggunakan
bahasa literer (sastra). Kata-kata yang dipilih senantiasa memiliki kekuatan
makna serta bernilai seni, dan terangkai sebagai kalimat yang mempesona.
Tulisan kreatif mengekspresikan jiwa sang penulis serta sarat imajinasi yang
mampu menghanyutkan bahkan mengaduk-aduk perasaan. Konon, tulisan kreatif mampu
menyihir pembaca, mampu membuatnya tersenyum, larut dalam tawa dan kesedihan,
atau dicekam rasa takut. Pembaca pun bisa dibuat terpesona oleh seorang tokoh
atau sebuah situasi, dan sebaliknya marah atau muak pada tokoh atau situasi
lain. Ingatlah, betapa hebat pesona novel serial Harry Potter! Tulisan
imajinatif karya J.K. Rowling tersebut mampu membuat pembaca muda sanggup
melahap buku yang tebalnya ratusan halaman—jauh lebih tebal dari fiksi anak-anak
umumnya.
Wow, luar biasa! Tetapi, bagaimana merangkai kata-kata
indah bermakna menjadi kalimat yang mempesona? Menciptakan tulisan seperti
dilakukan Chekhov tentu bukan pekerjaan gampang. Pasti hanya mereka yang
terlahir dengan bakat menulis yang mampu melakukannya. Pernahkah pertanyaan dan
pernyataan tersebut terlintas dalam benak Anda?
Jika pernah, cobalah ambil buku “24 Jam Memahami Creative
Writing” dari rak toko buku. Melalui buku ini, Naning Pranoto—penulis
yang menggeluti creative writing dan telah melahirkan ratusan cerpen
serta puluhan novel—mengabarkan bahwa creative writing bisa dibuat oleh
siapa saja tanpa kecuali. Tak perlu “bakat” khusus! Sebab, creative writing bisa
dipelajari! Bahkan, jika terkendala menempuh pendidikan formal, kita bisa belajar
secara otodidak. Meskipun judul buku ini terkesan sedikit bombastis, namun 24
Jam Memahami Creative Writing membuktikan diri dengan menyajikan
teori creative writing secara ringkas dan sederhana. Gaya naratif
membuatnya tak sulit untuk dipahami.
Dalam 24 bab—dinamai secara kreatif sebagai Jam ke-1
s/d Jam ke-24—penulis merangkum dasar-dasar penulisan kreatif. Pada Jam ke-1
dan ke-2 kita akan diajak memahami makna, cabang-cabang serta peran penting creative
writing dalam kehidupan manusia. Pada Jam ke-3, dengan filosofi “ruang”
penulis meyakinkan bahwa “teori bakat” tidak akan pernah menutup peluang
seseorang untuk menjadi pengarang/penulis. Alhasil, kita semakin yakin untuk
mulai terjun dalam aktivitas penulisan kreatif. Lalu, kita pun boleh dengan percaya
diri menekuni materi-materi yang disajikan pada Jam-Jam berikut.
Bersiaplah untuk memahami teori-teori dasar terpenting
dalam penulisan kreatif! Proses kreatif, penemuan ide dari keseharian,
penggalian imajinasi, pengolahan kata sebagai senjata utama, gaya bahasa dan
penulisan, penyajian materi, hingga pemilihan bacaan pendukung. Penemuan “the
golden time” bagi setiap penulis dan bagaimana mulai menulis sekalipun
tanpa peralatan menulis, merupakan bagian buku yang saya rasa sangat
inspiratif. Demikian pula, contoh karya dan proses kreatif sastrawan-sastrawan
besar seperti Jean Paul Sartre, Rabindranath Tagore, Jalalu’ddin Rumi, Iwan
Simatupang, Remy Sylado, Hamsad Rangkuti, Pramoedya Ananta Toer, dan banyak
lagi.
Creative writing mencakup 2
cabang utama yaitu creative fiction dan creative nonfiction
(fiksi dan nonfiksi) dengan banyak ranting. Puluhan rantingnya dikelompokkan
atas 10 besar yaitu: artikel khusus, biografi, drama, esai, fantasi, memoar,
novel, puisi, cerpen, dan skenario film/sinetron/program TV (hal. 13).
Nah, tulisan mana yang menjadi favorit dan ingin Anda ciptakan? Atau, Anda
ingin dapat memahami semua? Berbagai prinsipnya disertai contoh-contoh
dipaparkan sejak Jam ke-1 hingga Jam ke-23. Pada Jam terakhir, kita akan
mendapat informasi bagaimana dan ke mana bisa “berguru” dalam “kelas” creative
writing.
Dalam buku ini, penulis tak sekadar berbagi pengalaman
menulis dan hasil studi creative writing yang pernah dilewatinya.
Penulis juga mengajak dan memberi dorongan pembaca untuk mulai menulis kreatif.
Saya merasakan manfaat buku ini, karena saya tertarik menekuni dunia
kepenulisan. Namun, sekalipun Anda tidak berniat menjadi pengarang/penulis
profesional, memahami dan mempelajari penulisan kreatif sangatlah penting.
Bagaimanapun, menulis adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Menulis kreatif berguna untuk siapa saja, anak-anak hingga lanjut usia, pelajar
SD hingga profesor. Menulis kreatif melatih seseorang berpikir lebih kreatif,
berbahasa lebih baik, dan mengungkapkan gagasan dengan lebih jelas. Hebatnya,
aktivitas menulis kreatif pun ternyata masuk dalam langkah terapi jiwa atau the
art of healing for mental sickness (hal.14). Tak bisa dipungkiri,
beberapa bentuk tulisan kreatif—seperti puisi dan lirik lagu—terbukti mampu menyejukkan
jiwa, menguatkan hati.
Depok, 30 September 2011